Lakukan Dengan Ikhlas Setiap Tindakan

Go to Blogger bangmuhe.blogspot.com

Semangat Menuju Yang Lebih Baik

Go to Blogger bangmuhe.blogspot.com

Bahagiakan Orang Tua Dengan Hadirnya Kita

Go to Blogger bangmuhe.blogspot.com

Pages

Jumat, 23 Januari 2015

Ali Bin Abu Thalib

Ali Bin Abu Thalib: Orang yang Dicintai Allah Dan Rasulnya




"Tidak ada pedang, setajam pedang Zulfikar dan tidak ada pemuda yang setangguh Ali bin Abu Thalib"
Demikianlah slogan yang selalu didengung-dengungkan oleh kaum muslimin ketika perang Uhud yang amat dahsyat itu tengah berlangsung. Dalam perang tersebut, Ali bin Abu Thalib memperlihatkan ketangguhannya sebagai seorang pahlawan islam yang gagah perkasa. Ia di kenal sebagai jagoan bangsa Arab yang mempunyai kemahiran memainkan pedang dengan tangguh. Sementara itu, baju besi yang dimilikinya berbentuk tubuh bagian depan di kedua sisi, dan tidak ada bagian belakangnya. Ketika di tanya,"Mengapa baju besimu itu tidak dibuatkan bagian belakangnya, Hai Abu Husein?" Maka Ali bin Abu Thalib akan menjawabnya dengan mudah,"Kalau seandainya aku menghadapi musuhku dari belakang, niscaya aku akan binasa."
Ketika terjadi perang Badar antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy, di mana kaum muslimin memperoleh kemenangan yang telak, maka korban yang berjatuhan di pihak kaum Quraisy berjumlah tujuh puluh orang. Konon sepertiga korban yang tewas dari pihak kaum Quraisy pada perang badar itu merupakan persembahan khusus dari Ali bin Abu Thalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib.
Sementara itu Amru bin Wud Al 'Amiri, seorang jawara yang tangguh dari kaum kafir Quraisy ikut serta dalam perang Khandak. Dengan angkuhnya ia menari-nari di atas kudanya sambil memainkan pedangnya dan mengejek kaum muslimin seraya berkata,"Hai kaum muslimin, manakah surga yang telah dijanjikan kepadamu bahwa orang yang gugur diantaramu akan masuk kedalamnya? inilah dia surga yang kini berada di hadapan-mu, maka sambutlah."
Namun nyatanya tak ada seorangpun dari kaum muslimin yang berani maju untuk menjawab tantangan yang dilontarkan Amru bin Wud , yang terkenal bengis dan kejam itu. Tak lama kemudian Ali bin Abu Thalib pun berdiri dan berkata kepada Rasulullah," Ya Rasulullah, kalau Anda mengijinkan, maka saya akan maju untuk bertarung melawannya" Rasulullah menjawab,"Hai Ali, Bukankah dia itu Amru bin Wud, jagoan kaum Quraisy yang ganas itu?" Ali bin Abu Thalib pun menjawab,"Ya, Saya tahu dia itu adalah Amru bin wud, akan tetapi bukankah ia juga manusia seperti kita?" Akhirnya Rasulullah mengijinkan untuk bertarung melawannya. 
 Description: Dengan pedang Zulfikar Ali bin Abu Thalib menebas musuh-musuhnya  
 Dengan pedang zulfikar Ali bin Abu Thalib membela islam.  
Selang beberapa saat kemudian, Ali bin Abu Thalib telah maju ke gelanggang pertarungan untuk bertarung melawan Amru bin Wud. Lalu Amru bertanya seraya memandang remeh kepadanya,"Siapakah kamu hai anak muda?", "Aku adalah Ali." Amru bin Wud bertanya lagi,"Kamu anak Abdul Manaf?", "Bukan, Aku anak Abu Thalib." Lalu Amru bin Wud berkata,"Kamu jangan maju ke sini hai anak saudaraku! Kamu masih kecil. Aku hanya menginginkan orang yang lebih tua darimu, karena aku pantang menumpahkan darahmu." Ali bin Abu Thalib menjawab,"Jangan sombong dulu hai Amru! Aku akan buktikan bahwa aku dapat merobohkan-mu hanya dalam beberapa detik saja dan aku tidak segan-segan untuk menghantarkan-mu ke liang kubur."
Betapa marahnya Amru bin Wud mendengar jawaban Ali bin Abu Thalib itu. Lalu ia turun dari kuda dan dihunus-nya pedang miliknya itu ke arah Ali bin Abu Thalib. Sementara itu Ali bin Abu Thalib menghadapinya dengan tameng di tangan kirinya.
Tiba-tiba Amru bin Wud melancarkan serangannya dengan pedang. Dan Ali pun menangkis serangan itu dengan menggunakan tamengnya yang terbuat dari kulit binatang sehingga pedang Amru tertancap di tameng itu. Maka secepat kilat Ali menghantamkan dengan keras pedang Zulfikar pada tengkuknya hingga ia tersungkur ke tanah dan bersimbah darah, dan kaum kafir Quraisy lainnya yang melihat itu lari tunggang langgang. 
Pada suatu ketika Rasulullah mengutus pasukan kaum muslim ke Wilayah Khaibar di bawah pimpinan Abu Bakar As Siddiq. Lalu pasukan tersebut berangkat untuk menembus benteng pertahanan Khaibar. Dengan mengerahkan segala daya kekuatan mereka berusaha membobol benteng tersebut, namun pintu benteng tersebut sangat kokoh sehingga sukar untuk ditembus-nya.
Keesokkan harinya, Rasulullah mengutus Umar bin Khattab untuk memimpin pasukan untuk menaklukkan benteng tersebut. Dengan semangat yang berkobar-kobar akhirnya terjadilah peperangan yang dahsyat antara dua pasukan bersenjata itu. Umar terus membangkitkan semangat anak buahnya agar dapat menguasai benteng khaibar, namun upaya mereka belum membuahkan hasil meskipun telah berusaha sekuat tenaga dan mereka pun pulang dengan tangan hampa.
Setelah itu Rasulullah SAW bersabda,"Esok hari aku akan berikan bendera ini kepada seorang laki-laki yang dicintai Allah dan Rasulnya. Dan mudah-mudahan Allah akan membukakan pintu kemenangan bagi kaum muslimin melalui kedua tangannya, sedangkan ia sendiri bukan termasuk seorang pengecut."
Maka para sahabat bertanya-tanya "Siapakah laki-laki yang beruntung itu?" Akhirnya setiap orang dari para sahabat itu berdoa dan memohon kepada Allah agar dialah yang di maksud oleh Rasulullah.
Dan keesokkan harinya Rasulullah ternyata menyerahkan bendera kepemimpinan itu kepada Ali bin Abu Thalib yang sedang menderita penyakit mata. Kemudian Rasulullah meludahi kedua belah matanya yang sedang sakit hingga sembuh seraya berkata,"Hai Ali, terimalah bendera perang ini dan bawalah pasukan kaum muslimin bersamamu menuju benteng Khaibar hingga Allah membukakan pintu kemenangan bagi kaum muslimin."
Lalu Ali bin Abu Thalib memimpin pasukan dan memusatkan pasukannya pada sebuah batu karang besar dekat benteng guna menghimpun kekuatan kembali. Tak lama kemudian ia memberikan komando untuk bersiap-siap menyerbu ke benteng dan akhirnya terjadilah perang yang sengit antara kaum muslimin dengan orang-orang yahudi di sana.
Ali bin Abu Thalib memainkan pedang Zulfikar-nya dengan gesit dan menghunuskan kepada musuhnya yang berani menghadang. Tidak ada musuh pun yang selamat dari kelebatan pedang yang di genggam Ali. Akan tetapi seorang yahudi tiba-tiba menghantamkan pedang kearahnya dengan keras. Secepat kilat di tangkis serangan itu dengan tamengnya, hingga terjatuh tamengnya itu. Akhirnya ia raih sebuah pintu besar yang terbuat dari besi yang berada di sekitar benteng dan dijadikan-nya sebagai tameng dari serangan pedang orang-orang yahudi lainnya. Dan ia tetap menggunakan pintu besar itu hingga perang usai dan kaum muslimin memperoleh kemenangan.
Abu Rofi' seorang sahabat yang ikut perang itu menyatakan,"Aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri bagaimana Ali bin Abu Thalib mencabut pintu besi yang  besar itu untuk dijadikan tameng-nya, Setelah tameng-nya terjatuh dari tangannya." Kemudian setelah perang usai, ada delapan orang laki-laki, salah seorang diantaranya adalah aku sendiri, yang berusaha untuk menggotong dan menempatkan kembali pintu besi itu ke tempat semula, tetapi mereka tidak mampu untuk melakukannya karena terlalu berat."

Tentang Ali Bin Abu Thalib
Ali bin Abu Thalib, paman Nabi saw, bin Abdul Muththalib, bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin Qushayy. Ibunya adalah, Fathimah binti Asad, bin Hasyim, bin Abdi Manaf. Saudara-saudara kandungnya adalah: Thalib, 'Uqail, Ja'far dan Ummu Hani.
Dengan demikian, jelaslah, Ali bin Abu Thalib adalah berdarah Hasyimi dari kedua ibu-bapaknya. Keluarga Hasyim memiliki sejarah yang cemerlang dalam masyarakat Mekkah. Sebelum datangnya Islam, keluarga Hasyim terkenal sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, dan pemegang kepemimpinan masyarakat. Ibunya adalah Fathimah binti Asad, yang kemudian menamakannya Haidarah. Haidarah adalah salah satu nama singa, sesuai dengan nama ayahnya: Asad (singa). Fathimah adalah salah seorang wanita yang terdahulu beriman dengan Risalah Nabi Muhammad Saw. Dia pula-lah yang telah mendidik Nabi Saw, dan menanggung hidupnya, setelah meninggalnya bapak-ibu beliau, Abdullah dan Aminah. Beliau kemudian membalas jasanya, dengan menanggung kehidupan Ali bin Abu Thalib, untuk meringankan beban pamannya, Abu Thalib, pada saat mengalami kesulitan ekonomi. Saat Fathimah (Ibu Ali bin Abu Thalib) meninggal dunia, Rasulullah Saw yang mulai mengkafaninya dengan baju gamisnya, meletakkannya dalam kuburnya, dan menangisinya, sebagai tangisan seorang anak atas ibunya. Dan bersabda,
"Semoga Allah SWT memberikan balasan yang baik bagi ibu asuhku ini. Engkau adalah orang yang paling baik kepadaku, setelah pamanku dan almarhumah ibuku. Dan semoga Allah SWT meridhai-mu."
Dan karena penghormatan beliau kepadanya, maka beliau menamakan anaknya yang tersayang dengan namanya: Fathimah. Darinyalah kemudian mengalir nasab beliau yang mulia, yaitu anak-anaknya: Hasan, Husein, Zainab al Kubra dan Ummu Kultsum.
Haidarah adalah nama lain Imam Ali bin Abu Thalib yang dipilihkan oleh ibunya. Namun ayahnya menamakannya dengan Ali, sehingga dia terkenal dengan dua nama tersebut, meskipun nama Ali kemudian lebih terkenal.

Sifat Ali Bin Abu Thalib
Ali Bin Abu Thalib tumbuh menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas kematangannya, yang juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia pemuda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas adalah keikhlasannya untuk menjadi tameng Rasulullah Saw saat beliau hijrah, dengan menempati tempat tidur beliau. Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat, seperti dalam perang Al Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama.
Ali bin Abu Thalib adalah seorang dengan perawakan sedang, antara tinggi dan pendek. Perutnya agak menonjol. Pundaknya lebar. Kedua lengannya berotot, seakan sedang mengendarai singa. Lehernya berisi. Bulu jenggotnya lebat. Kepalanya botak, dan berambut di pinggir kepala. Matanya besar. Wajahnya tampan. Kulitnya amat gelap. Postur tubuhnya tegap dan proporsional. Bangun tubuhnya kokoh, seakan-akan dari baja. Berisi. Jika berjalan seakan-akan sedang turun dari ketinggian, seperti berjalannya Rasulullah Saw. Seperti dideskripsikan dalam kitab Usudul Ghaabah fi Ma'rifat ash Shahabah: adalah Ali bin Abi Thalib bermata besar, berkulit hitam, berotot kokoh, berbadan besar, berjenggot lebat, bertubuh pendek, amat fasih dalam berbicara, berani, pantang mundur, dermawan, pemaaf, lembut dalam berbicara, dan halus perasaannya.
Jika ia dipanggil untuk berduel dengan musuh di medan perang, ia segera maju tanpa gentar, mengambil perlengkapan perangnya, dan menghunuskan pedangnya. Untuk kemudian menjatuhkan musuhnya dalam beberapa langkah. Karena sesekor singa, ketika ia maju untuk menerkam mangsanya, ia bergerak dengan cepat bagai kilat, dan menyergap dengan tangkas, untuk kemudian membuat mangsa tak berkutik.
Tadi adalah sifat-sifat fisiknya. Sedangkan sifat-sifat kejiwaannya, maka ia adalah sosok yang sempurna, penuh dengan kemuliaan.
Keberaniannya menjadi perlambang para kesatria pada masanya. Setiap kali ia menghadapi musuh di medan perang, maka dapat dipastikan ia akan mengalahkannya.
Seorang yang takwa tak terkira, tidak mau masuk dalam perkara yang syubhat, dan tidak pernah melalaikan syari'at.
Seorang yang zuhud, dan memilih hidup dalam kesederhanaan. Ia makan cukup dengan berlauk-kan cuka, minyak dan roti kering yang ia patahkan dengan lututnya. Dan memakai pakaian yang kasar, sekadar untuk menutupi tubuh di saat panas, dan menahan dingin di kala hawa dingin menghempas.
Penuh hikmah, adalah sifatnya yang jelas. Dia akan berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu akan membawa mudharat bagi umat. Ia meletakkan perkara pada tempatnya yang tepat. Berusaha berjalan seirama dengan rekan-rekan pembawa panji dakwah, seperti keserasian butiran-butiran air di lautan.
Ia bersikap lembut, sehingga banyak orang yang sezaman dengannya melihat ia sedang bergurau, padahal hal itu adalah suatu bagian dari sifat kesempurnaan yang melihat apa yang ada di balik sesuatu, dan memandang kepada kesempurnaan. Ia menginginkan agar realitas yang tidak sempurna berubah menjadi lurus dan meningkat ke arah kesempurnaan. Gurauan adalah 'anak' dari kritik. Dan ia adalah 'anak' dari filsafat. Menurutku, gurauan yang tepat adalah suatu tanda ketinggian intelektualitas para tokoh pemikir dalam sejarah.
Ia terkenal kefasihannya. Sehingga ucapan-ucapannya mengandung nilai-nilai sastra Arab yang jernih dan tinggi. Baik dalam menciptakan peribahasa maupun hikmah. Ia juga mengutip dari redaksi Al Quran, dan hadits Rasulullah Saw, sehingga menambah benderang dan semerbak kata-katanya. Yang membuat dirinya berada di puncak kefasihan bahasa dan sastra Arab.
Ia amat loyal terhadap pendidiknya, Nabi-nya, juga Rabb-nya. Serta berbuat baik kepada kerabatnya. Amat mementingkan isterinya yang pertama, Fathimah az Zahra. Dan ia selalu berusaha memberikan apa yang baik dan indah kepada orang yang ia senangi, kerabatnya atau kenalannya.
Ali Bin Abu Thalib berpendirian teguh, sehingga menjadi tokoh yang namanya terpatri dalam sejarah. Tidak mundur dalam membela prinsip dan sikap. Sehingga banyak orang yang menuduhnya bodoh dalam politik, tipu daya bangsa Arab, dan dalam hal melembutkan sikap musuh, sehingga kesulitan menjadi berkurang. Namun, sebenarnya kemampuannya jauh di atas praduga yang tidak benar, karena ia tahu apa yang ia inginkan, dan menginginkan apa yang ia tahu. Sehingga, di samping kemanusiaannya, ia seakan-akan adalah sebuah gunung yang kokoh, yang mencengkeram bumi.

Istri-istri Ali bin Abu Thalib
Setelah Fathimah az Zahra wafat, Imam Ali menikahi Umamah bin Abi Al Ash bin Rabi' bin Abdul Uzza al Qurasyiyyah. Selanjutnya menikahi Umum Banin bini Haram bin Khalid bin Darim al Kulabiyah. Kemudian Laila binti Mas'ud an Nahsyaliyyah, ad Daarimiyyah dari Tamim. Berikutnya Asmaa binti 'Umais, yang sebelumnya merupakan isteri Ja'far bin Abi Thalib, dan selanjutnya menjadi isteri Abu Bakar (hingga ia meninggal), dan berikutnya menjadi isteri imam Ali. Selanjutnya ia menikahi Ummu Habib ash Shahbaa at Taghalbiyah. Kemudian, Khaulah binti Iyas bin Ja1far al Hanafiyyah. Selanjutnya Ummu Sa'd ats Tsaqafiyyah. Dan Mukhabba'ah bintih Imri'il Qais al Kulabiyyah.

Menjadi Khalifah
Ketika Ali bin Abu Thalib di angkat menjadi khalifah ke empat menggantikan Khalifah Ustman bin Affan, maka ia tidak pernah melakukan kecurangan ataupun penyelewengan dalam pemerintahannya. Ia tidak pernah melakukan korupsi ataupun memakan uang rakyat yang terdapat di "baitul maal." Namun Ia lebih memilih untuk bekerja sendiri ataupun menjual harta benda miliknya sendiri untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari.
Bahkan diceritakan bahwa Ia pernah pergi ke pasar untuk menawarkan pedangnya kepada orang-orang yang berada di sana sambil berkata,"Adakah di antara kalian yang akan membeli pedangku ini, karena hari ini aku sedang tidak mempunyai uang?" Kemudian orang-orang balik bertanya kepadanya,"Bukankah anda seorang Khalifah yang mempunyai uang banyak ya Amirul Mukminin?" Lalu Ali pun menjawab,"Kalau seandainya aku mempunyai uang empat dirham saja, tentu aku tidak akan menjual pedang kesayanganku ini."
Pernah suatu ketika Ali bin Abu Thalib tengah menangis di mihrab Masjid Nabawi seraya berkata,"Wahai dunia, janganlah engkau berupaya memperdayai-ku Tetapi perdaya-lah orang-orang selain-ku. Sungguh aku telah menceraikanmu dari diriku dan jangan engkau kembali kepadaku!"
Akhirnya lelaki yang dicintai Allah dan Rasul-NYA ini gugur sebagai syahid di dekat pintu masjid Kufah pada 17 Ramadhan 40 H, akibat di tikam dengan pedang beracun di bagian kening oleh Abdurrahman bin Muljam, ketika ia akan melaksanakan salat subuh berjamaah dengan kaum muslimin.
Bagaimanapun sejarah telah mencatat Bahwa Sayyidina Ali Bin Abu Thalib KW adalah seorang laki-laki yang gagah berani, tangkas cerdas, dan dicintai Allah dan Rasul-Nya.
Dari berbagai sumber. 



abu ubaidah bin jarrah

Abu Ubaidah bin Jarrah


Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin Al Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al Harits bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah. termasuk orang yang pertama masuk Islam, beliau memeluk Islam selang sehari setelah Sayyidina Abu Bakar As Shiddiq  memeluk Islam. Beliau masuk Islam bersama Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Mazun dan Arqam bin Abu al-Arqam, di tangan Abu Bakar as Shiddiq. Sayyidina Abu Bakar yang membawakan mereka menemui Rasulullah saw untuk menyatakan syahadat di hadapan Baginda. Kualitasnya dapat kita ketahui melalui sabda Nabi saw: “Sesungguhnya setiap umat mempunyai orang kepercayaan, dan kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.”
Abu Ubaidah bin Jarrah  lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah yang dijuluki dengan nama Abu Ubaidah. Abu Ubaidah adalah seorang yang berperawakan tinggi, kurus, berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat pemalu. Beliau termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan, beliau disenangi oleh semua orang yang melihatnya, siapa yang mengikutinya akan merasa tenang. Wajahnya mudah sekali berkeringat, kedua gigi serinya tanggal, dan tipis rambut jenggotnya. Dia memiliki dua orang anak yang bernama Yazid dan Umair. Kedua anak itu merupakan buah hatinya dengan sang istri yang bernama Hindun bin Jabir. Namun, keduanya telah meninggal dunia sehingga dia tidak lagi memiliki keturunan.
Kehidupan beliau tidak jauh berbeda dengan kebanyakan sahabat lainnya, diisi dengan pengorbanan dan perjuangan menegakkan Agama Islam. Hal itu tampak ketika beliau harus hijrah ke Ethiopia (Habasyi) pada gelombang kedua demi menyelamatkan aqidahnya. Namun kemudian beliau kembali lagi untuk menyertai perjuangan Rasulullah saw.
Abu Ubaidah bin Jarrah juga  ikut berperang bersama Rasulullah saw, beliau sangat terkenal dengan kepahlawanan dan pengorbanan, saat perang Badar berkecamuk, Abu Ubaidah bin Jarrah melihat bapaknya berada ditengah kaum musyrikin maka diapun menghindar darinya, namun bapaknya berusaha ingin membunuh anaknya. Maka tidak ada jalan lain untuk menghindar baginya kecuali melawannya, dan bertemulah dua pedang  yang saling berbenturan dan pada akhirnya orang tua yang musyrik mati ditangan anaknya yang lebih cinta kepada Allah dan Rasul-Nya daripada orang tuanya hingga turunlah ayat,
“Kamu tidak aka mnedapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, aanak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka kedalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridlo terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah  yang beruntung”. (QS. Al-Mujadilah : 22).
Ketika dalam perang Uhud, pasukan muslimin kucar kacir dan banyak yang lari meninggalkan pertempuran, justeru Abu Ubaidah bin Jarrah berlari untuk mendapati Nabinya tanpa takut sedikit pun terhadap banyaknya lawan dan rintangan. Demi didapati pipi Nabi terluka, yaitu terhujamnya dua rantai besi penutup kepala beliau, segera ia berusaha untuk mencabut rantai tersebut dari pipi Nabi saw.
Abu Ubaidah bin Jarrah mulai mencabut rantai tersebut dengan gigitan giginya. Rantai itu pun akhirnya terlepas dari pipi Rasulullah saw. Namun bersamaan dengan itu pula gigi seri Abu Ubaidah bin Jarrah ikut terlepas dari tempatnya. Abu Ubaidah bin Jarrah tidak jera. Diulanginya sekali lagi untuk mengigit rantai besi satunya yang masih menancap dipipi Rasulullah saw hingga terlepas. Dan kali ini pun harus juga diikuti dengan lepasnya gigi Abu Ubaidah bin Jarrah, sehingga dua gigi seri sahabat ini ompong karenanya. Sungguh, satu keberanian dan pengorbanan yang tak tergambarkan.
Rasulullah saw memberinya gelar “Gagah dan Jujur”. Suatu ketika datang sebuah delegasi dari kaum Nasrani menemui Rasulullah saw. Mereka mengatakan, “Ya Abul Qassim! Kirimkanlah bersama kami seorang sahabatmu yang engkau percayai untuk menyelesaikan perkara kebendaan yang sedang kami pertengkarkan, karena kaum muslimin di pandangan kami adalah orang yang disenangi.” Rasulullah saw bersabda kepada mereka, “Datanglah ke sini nanti sore, saya akan kirimkan bersama kamu seorang yang gagah dan jujur.”
Dalam kaitan ini, Sayyidina Umar bin Khattab mengatakan, “Saya berangkat ingin shalat Zuhur agak cepat, sama sekali bukan karena ingin ditunjuk sebagai delegasi, tetapi karena memang saya senang pergi shalat cepat-cepat. Setelah Rasulullah selesai mengimami shalat Zuhur bersama kami, beliau melihat ke kiri dan ke kanan. Saya sengaja meninggikan kepala saya agar beliau melihat saya, namun beliau masih terus membalik-balik pandangannya kepada kami. Akhirnya beliau melihat Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu beliau memanggilnya sambil bersabda, ‘Pergilah bersama mereka, selesaikanlah kasus yang menjadi perselisihan di antara mereka dengan adil.’ Lalu Abu Ubaidah bin Jarrah pun berangkat bersama mereka.”

Gubernur Yang Zuhud
Di masa pemerintahan Abu Bakar As Siddiq sebagi Khalifah, Abu Ubaidah bin Jarrah dipercaya sebagai Ketua Pengawas Perbendaharaan Negara. Abu Bakar As Siddiq kemudian mengangkatnya menjadi Gubernur Syam. Jabatan ini diemban Abu Ubaidah bin Jarrah hingga di masa pemerintahan Umar bin Khattab. Tak lama kemudian Umar bin Khattab mengangkat Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai Panglima Perang menggantikan Khalid bin Walid.
Suatu ketika, ketika di masa pemerintahan Abu Ubaidah bin Jarrah, Syam dikepung musuh. Umar bin Khattab berkirim surat kepada Abu Ubaidah bin Jarrah. Isinya, “Sesungguhnya tidak akan pernah ada seorang mukmin yang dibiarkan Allah dalam suatu penderitaan melainkan Dia akan melapangkan jalannya, hingga kesulitan akan dibalas-Nya dengan kemudahan.”
Surat itu dibalas oleh Abu Ubadah bin Jarrah dengan kalimat, “Sesungguhnya Allah swt. telah berfirman: Ketahuilah bahwasanya kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau, bermewah-mewah, dan saling membanggakan kekayaan dan anak pinak di antaramu, ibarat hujan (menyirami bumi), tumbuh-tumbuhan (menjadi subur menghijau), mengagumkan para petani. Lalu tanaman itu mengering, tampak menguning, kemudian menjadi rapuh dan hancur. Sedang di akhirat kelak, ada azab yang berat (bagi mereka yang menyenangi kemewahan dunia) namun ada pula ampunan dan keridhaan Allah (bagi yang mau bertobat). Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu belaka.” (Al-Haddid: 20)
Surat balasan Abu Ubaidah bin Jarrah ini oleh Umar bin Khattab dibacakan di depan kaum muslimin seusai melaksanakan shalat berjamah. “Wahai penduduk Madinah, sesungguhnya Abu Ubaidah mengharapkan aku dan kalian semua suka berjihad,” kata Umar bin Khattab.
Memang Abu Ubaidah bin Jarrah dikenal orang di zamannya sebagai orang yang zuhud. Umar bin Khattab pernah berkunjung ke Syam ketika Abu Ubaidah bin Jarrah menjabat sebagai gubernur. “Abu Ubaidah, bolehkah aku datang ke rumahmu?” tanya Umar bin Khattab. Jawab Abu Ubaidah bin Jarrah, “Untuk apakah kau datang ke rumahku? Sesungguhnya aku takut kau tak kuasa menahan air matamu begitu mengetahui keadaanku nanti.”
Namun Umar bin Khattab memaksa. Akhirnya Abu Ubaidah bin Jarrah mengizinkan Umar bin Khattab berkunjung ke rumahnya. Sungguh Umar bin Khattab terkejut. Ia mendapati rumah Sang Gubernur Syam kosong melompong. Tidak ada perabotan sama sekali.
Umar bin Khattab bertanya, “Hai Abu Ubaidah, di manakah penghidupanmu? Mengapa aku tidak melihat apa-apa selain sepotong kain lusuh dan sebuah piring besar itu, padahal kau seorang gubernur?”
“Adakah kau memiliki makanan?” tanya Umar bin Khattab lagi. Abu Ubaidah bin Jarrah kemudian berdiri dari duduknya menuju ke sebuah ranjang dan memungut arang yang didalamnya.
Umar bin Khattab pun meneteskan air mata melihat kondisi gubernurnya seperti itu. Abu Ubaidah bin Jarrah pun berujar, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sudah kukatakan tadi bahwa kau ke sini hanya untuk menangis.” Umar berkata, “Ya Abu Ubaidah, banyak sekali di antara kita orang-orang yang tertipu oleh godaan dunia.”
Suatu ketika Umar bin Khattab mengirimi uang kepada Abu Ubaidah bin Jarrah sejumlah empat ribu dinar. Orang yang diutus Umar melaporkan kepadanya, “Abu Ubaidah membagi-bagi kirimanmu.” Umar bin Khattab berujar, “Alhamdulillah, puji syukur kepada-Nya yang telah menjadikan seseorang dalam Islam yang memiliki sifat seperti dia.”
Description: http://majlisdzikrullahpekojan.org/images/stories/thumbs/L2hvbWUvbWFqbGlzZHovcHVibGljX2h0bWwvaW1hZ2VzL3N0b3JpZXMvc2FoYWJhdC9tYWthbS1hYnUtdWJhaWRhaC5qcGc=.jpgMakam Abu Ubaidah bin Jarrah
Wafatnya Abu Ubaidah bin Jarrah
Pada tahun 18 Hijriyah, Umar bin Khattab mengirim bala tentara ke Jordania yang dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Jarrah, kemudian tentara tersebut tinggal di ‘Amwas, Jordan, hingga terjangkit penyakit kusta saat bala tentara tinggal disana. Ketika Umar bin Khattab mendengar hal demikian, beliau menulis surat kepada Abu Ubaidah bin Jarrah yang isinya ; sungguh saya memiliki sesuatu yang sangat penting dan saya membutuhkanmu, maka segeralah menghadap saya. Setelah Abu Ubaidah membaca surat itu, beliau menyadari bahwa yang diinginkan dari Umar bin Khattab menyelamatkan nyawanya dari penyakit kusta tersebut, maka baliau mengingatkan Umar bin Khattab dengan sabda Rasulullah saw : Penyakit kusta merupakan bagian dari syahadah bagi kaum muslimn”. (Muttafaqun ‘alaih). Lalu beliau menulis surat balasan dan berkata di dalamnya, sesungguhnya saya sudah mengetahui kebutuhanmu, maka saya telah mencari solusi dari kehendakmu itu, sesungguhnya saya seorang prajurit dari pasukan kaum muslimin, saya tidak sudi berpisah dengan mereka. Maka ketika Umar bin Khattab membaca surat beliau langsung menangis, dan dikatakan kepadanya,"apakah Abu Ubaidah telah meninggal ?! beliau berkata,“tidak, tapi seakan-akan dia sudah meninggal." (Al-Hakim)
Kemudian Amirul mu’minin kembali menulis surat untuknya dan memerintahkannya untuk pergi meninggalkan kota ‘Amwas ke tempat yang disebut Al-Jabiyah, hingga semua pasukan tidak meninggal karenanya, lalu Abu Ubaidahpun mengikuti perintah Amirul mukminin, namun beliau tetap terserang penyakit kusta. Kemudian beliau mewasiatkan kepada Mu’adz bin Jabal untuk memimpin pasukan, dan setelah itu beliau wafat sedang umurnya 58 tahun, beliau dishalatkan oleh Mu’adz bin Jabal, dan dikebumikan di desa Baisan, Syam. Abu Ubaidah meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw sebanyak 14 hadits.



Sabtu, 17 Januari 2015

PENGORBANAN YANG TAK DI HARGAI

Cwo bbman sama cwe yang disukainya:*
Cwo : hai, goodmorning ..
Cwe : *ga bales...
Cwo :aku udah mau berangkat sekolah,, kamu...
hati-hati ya 
Cwe: *ga bales..
Cwo :hai selammat siang kamu lagi apa udah makan belom??
Cwe : *ga bales..
Cwo :meski kamu ga pernah bales bbm aku, aku akan tetep bbm kamu... 
jangan lupa makan malem yaa 
Cwe : *ga bales..
Cwo : entar sblum tidur jangan lupa sikat gigi ya semoga mimpi indah ya..
Cwe : *tetep ga mau bales...
Cwo : selamat pagi , jangan lupa Мakan ya,gosok gigi..cuci muka terus, sarapan ya !
Cwe : *ga bales..
Cwo : hari ini aku ga sekolah,aku mo pergi ke rumah sakit
Cwe : Siapa yang sakit,,  kamu?? Sakit apa??
Cwo :Hehehhe, ga ada kok ga ada yg sakit cuman Ingin kesana aja, lagian aku juga lagi pengen bbm kamu kalo ga kaya gini kamu juga ga bales bbm aku   *senengBanget*
Bbmnya di bales!:)
Cwe : *Ga bales lagi..
Cwo: kamu marah ya:(? Ya udah aku minta maaf3-|aku kan cuma pengen bbm kamu:( bukan mau ngerjain kamu:(
Cwe : *ga bales...
Cwo : aku tau kamu marah, ya udah mungkin mulai besok aku ga akan ganggu kamu lagi, Ga bbm kamu lagi aku minta maaf ya Aku juga udah maafin kamu kok:) Jaga diri kamu baik baik ya, aku akan merindukanmu .....

Stelah bbm, sang cwo pun tak pernah bbm si cwe lagi,,hingga buat si cwe merasa bersalah, akhirnya si cwe bbm dia kembali..
Cwe : ya, aku maafin km:) aq juga akan jaga diri baik baik kok. Emang km mau kmn???
Kemudian dibalesin : jangan bbm ke sni lgi. Dia udah meninggal,, hari ini pemakamannya kalo kamu bisa, dateng ya '' bbmnya yang ngirim kakak si cwo"
*Tear* =')
:''''(

Bukan hanya cwe tp juga cwoO:)
hargai lah usaha seseorang..yg­ memberimu perhatian dan kasih syang, krn kta ga pernah tau,,kpan mereka prgi dan terus menghilang. {})